![]() |
Foto Lukman dari Kompas.com |
Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan dengan berita seorang anak yang menitipkan orang tuanya di Griya Lansia di Malang, memicu gelombang protes dan penghakiman dari netizen. Berbagai komentar pedas dilayangkan, menyalahkan sang anak dan mempertanyakan bakti mereka. Protes semacam ini, meski wajar dalam konteks kepedulian sosial, sejatinya perlu disikapi dengan bijak dan tidak terburu-buru menghakimi tanpa memahami akar permasalahannya.
Tidak Semua Anak Beruntung dalam Hidup
Kita seringkali lupa bahwa tidak setiap anak memiliki nasib yang sama, terutama dalam hal kesuksesan finansial dan stabilitas pekerjaan. Ada kalanya, kondisi ekonomi keluarga yang kurang beruntung, atau bahkan masalah pribadi yang kompleks, membuat seorang anak berada di posisi sulit. Menghidupi diri sendiri, apalagi menanggung beban hidup orang tua, bisa menjadi tantangan yang luar biasa berat. Kita tidak bisa mengatur hidup seseorang agar selalu sukses; semua bergantung pada takdir dan peruntungan, serta tentunya, usaha maksimal.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Di media sosial maupun televisi, kita sering menyaksikan kisah-kisah memilukan di mana seseorang terpaksa melakukan tindakan kriminal demi menyambung hidup keluarganya. Seorang ibu mencuri susu untuk anaknya adalah potret nyata betapa kerasnya kehidupan bagi sebagian orang. Ini adalah realitas yang pahit, namun jika dibiarkan terus-menerus tanpa solusi, dampaknya akan semakin parah.
Peran Negara dalam Menjamin Kesejahteraan Lansia dan Memutus Rantai Generasi Sandwich
Pemerintah tidak boleh abai dengan membiarkan banyak warganya terjerumus dalam tindak kriminalitas akibat faktor ekonomi. Sudah saatnya negara serius mencari solusi, khususnya untuk membebaskan generasi muda Indonesia dari jerat fenomena generasi sandwich– di mana mereka harus menanggung beban finansial orang tua dan anak-anaknya sekaligus.
Salah satu langkah konkret yang krusial adalah memberikan bantuan sosial yang memadai bagi orang tua lansia yang tidak menerima pensiun. Bantuan ini harus memungkinkan mereka untuk mandiri, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada anak-anak mereka. Sayangnya, bantuan sosial yang ada saat ini seringkali "sekadarnya," seperti pemberian Rp 200.000 per bulan yang disalurkan per tiga bulan. Jumlah ini jelas tidak akan pernah cukup untuk mengentaskan kemiskinan dan menjamin kesejahteraan lansia.
Negara wajib mencari solusi inovatif dan berkelanjutan untuk menjamin kesejahteraan orang tua lansia. Jika lansia bisa mandiri secara finansial, maka generasi muda Indonesia akan lebih leluasa untuk fokus mensejahterakan keluarga inti mereka, tanpa terbebani oleh tanggungan orang tua yang berat. Ini akan menjadi langkah besar untuk memutus rantai generasi sandwich dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera secara menyeluruh.
Alih-alih menyalahkan dan menghakimi, mari kita berempati dan memahami bahwa keputusan menitipkan orang tua ke panti jompo seringkali merupakan pilihan terakhir yang diambil setelah berbagai upaya dilakukan. Daripada berdebat di media sosial, akan jauh lebih produktif jika kita mendorong pemerintah untuk menciptakan sistem dukungan yang lebih baik bagi lansia dan keluarga di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar