Translate

Minggu, 20 Juli 2025

Bahaya Tersembunyi di Balik Layar TikTok: Ketika Hiburan Menggerogoti Potensi Diri

 


TikTok, platform video pendek yang digandrungi jutaan orang, tak bisa dipungkiri menawarkan hiburan yang adiktif. Namun, di balik tawa dan kesenangan instan yang ditawarkannya, tersimpan bahaya yang mengintai, terutama bagi mereka yang menjadikannya "pasangan hidup" hingga larut malam. Kisah-kisah nyata yang saya amati, terutama pada teman-teman SMA dengan hasil tes IQ rendah hingga borderline yang merupakan pengguna setia TikTok, menunjukkan dampak buruk yang mengkhawatirkan.


Dampak Nyata Penggunaan TikTok Berlebihan


Berikut adalah beberapa efek negatif yang saya saksikan secara langsung pada mereka yang terjerat candu TikTok:


Hilangnya Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpendapat:

Pertanyaan sederhana seperti "menurut pendapatmu?" atau "tuliskan pendapatmu?" menjadi momok menakutkan. Mereka kesulitan merangkai ide sendiri, bahkan cenderung mencari jawaban instan dari ChatGPT alih-alih merenung dan berdiskusi. Ini menunjukkan ketergantungan pada informasi siap saji dan matinya kemampuan analisis personal.


Rentang Konsentrasi yang Sangat Pendek:

Video berdurasi lima menit saja sering dilewati, apalagi video dokumenter panjang yang membutuhkan fokus berkelanjutan. Fenomena ini mencerminkan bagaimana algoritma TikTok yang serba cepat melatih otak untuk menuntut stimulasi instan, membuat mereka kesulitan menyerap informasi dalam format yang lebih mendalam dan membutuhkan kesabaran.


Degradasi Moral dan Penggunaan Bahasa Kasar:

Frasa dan istilah "kekinian" yang bernada mesum dari TikTok dengan bangga diucapkan tanpa filter. Bahkan anak berusia delapan tahun pun berani melontarkannya di depan keluarga, menunjukkan bahwa platform ini telah menjadi sarana penyebaran konten yang tidak pantas dan merusak norma sosial, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.


Kecenderungan Menghakimi dan Susah Menerima Kritik:

Kisah seorang ibu yang disalahkan anaknya karena "parenting TikTok" padahal sang ibu adalah sosok yang sabar, mengindikasikan bagaimana konten TikTok bisa membentuk pandangan yang dangkal dan menghakimi. Lebih parah lagi, setelah presentasi, kritik dan saran membangun dari guru kompeten justru dibalas dengan umpatan dan doa buruk. Ini menunjukkan ketidakmampuan untuk menerima masukan dan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain.


Kesulitan Memahami Teks Panjang dan Buruknya Kemampuan Presentasi:

Membaca beberapa paragraf saja sudah membuat mereka "puyeng." Saat presentasi, mereka terbata-bata, banyak pengulangan, dan diselingi dengan "eeee" dan "emmmm." Ini jelas menunjukkan penurunan literasi dan kemampuan komunikasi lisan akibat minimnya paparan terhadap materi yang membutuhkan pemahaman mendalam.


Mentalitas Serba Instan:

Tugas sekolah yang membutuhkan riset atau analisis langsung diserahkan pada **ChatGPT**. Video materi pembelajaran yang singkat pun diringkas secara otomatis. Mereka bahkan kebingungan saat diminta memberikan saran pribadi, lagi-lagi mengandalkan AI. Ketergantungan pada jalan pintas ini merampas kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir, memecahkan masalah, dan berkreasi secara mandiri.


Fokus pada Tren dan Konsumerisme Berlebihan:

Pikiran mereka dipenuhi dengan tren TikTok terbaru, mulai dari tarian, suara, parodi, hingga "jeje" yang viral, hingga tugas sekolah terbengkalai. Lebih jauh, mereka mudah "keracunan" barang-barang yang direkomendasikan di TikTok, rela menghabiskan uang jajan bulanan untuk hal yang tidak terlalu penting, dan berujung pada tantrum serta lontaran kata-kata kasar saat uang habis. Ini mencerminkan mentalitas konsumtif dan kurangnya prioritas yang sehat.


Mencegah Dampak Negatif TikTok


Melihat dampak-dampak tersebut, penting bagi kita untuk menyadari bahwa TikTok, jika tidak digunakan dengan bijak, bisa menjadi jebakan yang menggerogoti potensi diri. Orang tua perlu lebih aktif dalam memantau penggunaan media sosial anak-anak, menetapkan batasan waktu, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang lebih produktif dan mengembangkan keterampilan kognitif serta sosial.


Bagi para pengguna, penting untuk mulai mengurangi ketergantungan pada hiburan instan. Cobalah alokasikan waktu untuk membaca buku, menonton dokumenter, menulis, berdiskusi, atau melakukan hobi yang mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreativitas. Ingatlah, kemampuan untuk berpikir mandiri, berpendapat, dan menerima kritik adalah bekal penting untuk menghadapi tantangan hidup.


Apakah Anda pernah merasakan dampak serupa dari penggunaan media sosial yang berlebihan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar